Cindaku adalah sebutan untuk manusia harimau yang berasal dari daerah
Kerinci, Jambi. Menurut kepercayaan masyarakat Kerinci, manusia memiliki
hubungan batin dengan harimau.
"bahwasanya di bumi sakti ini
tumbuh suatu kepercayaan magis spritual tentang hubungan bathin manusia
dengan harimau, sehingganya kemudian tidak mengherankan di tengah
masyarakat Kerinci ada pula yang berkeyakinan kalau nenek moyang mereka
adalah harimau."
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kerinci
tentang harimau merupakan warisan dari nenek moyang mereka yang konon
telah berperan serta dalam melestarikan hutan di wilayah Kerinci yang
merupakan habitat asli dari harimau Sumatra. Diceritakan dalam cerpen
Cindaku tentang adanya perjanjian yang dilakukan oleh nenek moyang
mereka yang disebut Tingkas, dengan harimau yang tinggal di suatu hutan
di wilayah Kerinci. Perjanjian tersebut berisi tentang pembagian
wilayah, antara wilayah hunian harimau dan wilayah manusia.
"Ini
tidak terlepas dari legenda yang berkembang di mana di sebutkan dahulu
Tingkas nenek moyang orang Kerinci telah menjalin hubungan dengan
harimau, dan dalam hubungan itulah terbentuk perjanjian yang membatasi
dan mengatur hubungan manusia dengan alam terutama hutan rimba.
Perjanjian itulah yang mengontrol nafsu masing-masingnya sehingga tidak
sampai memakan wilayah satu sama lainnya. Hutan rimba adalah wilayah
hunian harimau. Tingkas dan anak cucunya tidak boleh merampas hak itu.
Sementara kampung dan kota adalah wilayah manusia, harimau pun tidak
akan pernah berani berkuasa atau menunjukkan kebuasannya di sini."
Perjanjian tersebut merupakan suatu penggambaran sifat manusia
yang mau menghargai kehidupan sesama makhluk ciptaan Tuhan. Hal tersebut
dapat pula dihubungkan dengan kearifan lokal atau local wisdom, dimana
suatu masyarakat mampu menyerap pesan-pesan yang disampaikan oleh para
nenek moyang melalui cerita-cerita atau dongeng-dongeng yang bersifat
peringatan maupun pendidikan. Dalam kasus ini, pesan yang disampaikan
adalah sebuah peringatan tentang adanya pembagian antara wilayah harimau
dan wilayah manusia yang harus dihormati keberadaannya. Kearifan lokal
itu sampai saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Kerinci.
Selain
sebagai suatu penghargaan terhadap nenek moyang, tetap dipegang
teguhnya warisan nenek moyang tersebut berhubungan dengan konsekuensi
yang berat terhadap orang yang berani melanggarnya. Konsekuensi yang
dimaksud dapat berhubungan dengan kematian yang disebabkan oleh serangan
harimau, juga dihubungkan dengan kemunculan cindaku yang merupakan
pelindung bagi harimau sekaligus penjaga wilayah hunianya.
"Perjanjian
itulah yang disebut perjanjian garis tanah, yang berlaku selama ranting
mati yang ditanam di tanah waktu itu tidak tumbuh berdaun apalagi
berbunga. Ini berarti ini berarti perjanjian itu akan berlaku
selama-lamanya, karena ranting mati yang di tanam itu mustahil akan
hidup dan tumbuh seumur-umur dunia."
Kutipan diatas menunjukkan
adanya unsur-unsur estetis yang diungkapkan melalui perumpamaan ranting
kering yang tak mungkin bisa tumbuh lagi. Perumpamaan tersebut digunakan
untuk menegaskan bahwa pejanjian antara manusia dan harimau berlaku
untuk selama-lamanya.
"Untung dada nak Saketi ini tidak sampai
menyentuh tanah......Karena kalau sampai menyentuh tanah maka wujud nak
Saketi inipun akan berubah jadi harimau pula. Sebenarnya dia sudah tahu
lawan yang dihadapinya itu adalah adalah salah satu sisi dari dirinya
sendiri, eksistensi kehidupannya sebagai manusia yang terlahir dari
tanah Kerinci. Dan rupanya makluk makluk berwujud setengah harimau
setengah manusia yang disebut cindaku itu, juga cukup menyadari akan hal
ini..."
"Nak Saketi, ternyata baru hari ini memasakkan ilmu
batinnya, dan ini berjalan secara alami". Ujar dukun memberitahukan.
Para lelaki itu masih belum mengerti dan tetap tak mengerti sampai
ketika erangan kembali terdengar. Kali ini lebih mirip erangan seekor
harimau. Tiba-tiba mata saketi terbuka menikam langit-langit dan
alangkah kagetnya keempat lelaki itu menyaksikan mata Saketi, ternyata
telah berubah jadi hijau dan tajam sekali. Dan semakin terkejut mereka
ketika di tubuh Saketi bermunculan bulu-bulu kasar bercorak loreng.
Terus tumbuh sampai akhir menutupi tubuh lelaki muda itu."
Kepercayaan
tentang cindaku hanya terdapat di wilayah Kerinci saja. Orang Kerinci
yang berkemampuan cindaku hanya bisa berubah menjadi harimau bila
dadanya menyentuh tanah Kerinci, tanah yang merupakan tempat berpijak
harimau Sumatra, yang berkaitan dengan hak-hak hidup harimau dan manusia
yang harus senatiasa dijaga keharmonisannya. Cindaku adalah jelmaan
dari manusia yang terlahir dari tanah Kerinci. Tidak semua orang Kerinci
adalah cindaku, hanya sebagian orang saja yang mempunyai darah Tingkas
(nenek moyang orang Kerinci) dan orang tertentu saja yang mampu berubah
menjadi harimau.
Orang tertentu yang dimaksud adalah orang-orang
yang mempunyai bakat supranatural dan mampu menyerap ilmu yang
diberikan oleh cindaku. Lebih khusus lagi, tidak semua keturunan Tingkas
mampu merubah diri menjadi cindaku, dalam legenda Kerinci, cindaku akan
menampakkan diri jika ada yang mencoba untuk melanggar perjanjian garis
tanah saja, sehingga keturunan Tingkas tidak bisa sesuka hatinya untuk
mengubah diri menjadi harimau. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa
suatu kekuatan besar tidak bisa seenaknya digunakan untuk hal-hal yang
kurang bermakna, karena dengan kekuatan tersebut para cindaku mempunyai
tanggung jawab besar untuk menjaga apa yang seharusnya tetap terjaga.
Perilaku
manusia yang mengetengahkan ambisi dan dendam banyak tertuang dalam
cerpen Cindaku. Diceritakan tentang Martias, seoarang pimpinan suatu
perusahaan developer raksasa berusaha memenangkan tender dari pemerintah
untuk mebuat jalan yang melintasi Muaro Bungo-Kerinci, melewati hutan
rimba TNKS - yang merupakan habitat harimau Sumatra - tembus di Renah
Pemetik. Tentu saja Cindaku tidak tinggal diam. Pada saat melakukan
observasi, salah satu anak buah Martias tiba-tiba menghilang dan
ditemukan kembali dalam keadaan mati dengan tubuh tercabik-cabik
harimau. Kematian itu sebenarnya merupakan sebuah pesan, lebih tepat
lagi ancaman terhadap pelanggar perjanjian garis tanah. Saketi sebagai
orang kepercayaan Martias telah mengingatkan atasanya itu agar
membatalkan rencananya, namun peringatan itu tidak menyurutkan ambisi
Martias.
Martias pada akhirnya memenangkan tender. Hal itu
disebabkan oleh kematian salah satu anak buah Martias yang mati akibat
terkaman harimau yang menciutkan nyali saingan Martias. Sikap yang
diambil Martias untuk meneruskan proyek pemerintah tersebut banyak
memakan korban. Sikap tersebut sangat bertentangan dengan apa yang
menjadi kepercayaan masyarakat Kerinci. Keadaan yang semula tenang
secara tiba-tiba berubah menjadi suatu konflik yang berakibat fatal.
"Pada hari pertama jatuh satu korban. Ini sempat membuat nyali para buruh dan ciut.."
Peringatan
sudah diberikan, namun orang-orang Martias belum mampu terbangun dari
ketidaksadaran mereka akan bahaya yang mereka ciptakan sendiri.
Ketidaksadaran tersebut terkait dengan sifat manusia yang berpandangan
sempit dan sepele terhadap hal-hal yang seharusnya dihormati
eksistensinya. Manusia terkadang kurang menghargai adanya pesan-pesan
leluhur yang berelevansi dengan keseimbangan alam. Terkadang pula
manusia mudah melupakan tanda-tanda dan peringatan yang telah
dilontarkan oleh alam. Oleh karena itu sering terjadi bencana yang
menyebabkan manusia bertanya-tanya apa gerangan yang menjadi sebabnya.
"Pada
hari ketiga jatuh lagi satu korban, sementara pembangunan sudah semakin
jauh masuk ke dalam hutan. Dan pada hari kelima jatuh lagi satu korban.
Para buruh semakin gempar dan geger mentalnya. Seakan telah jadi satu
hukum kepastian dalam selang waktu dua hari maka hutan ini menuntut
tumbal, nyawa manusia. Pertanyaan-pertanyaan siapa yang akan jadi korban
berikutnya senantiasa menghantui benak mereka."
Keadaan semakin
memburuk, orang-orang Martias mulai sadar akan kejadian apa yang sedang
dan akan menimpa mereka. Mereka sadar bahwa apabila tidak segera
diakhiri, proyek tersebut akan memakan lebih banyak korban lagi.
"Martias terobsesi untuk menciptakan prestasi terbesar dalam sejarah perjalanan karir hidupnya sebagai developer."
Namun
Martias yang telah dibutakan oleh obsesinya tidak memperlihatkan
tanda-tanda untuk menghentikan proyeknya. Obsesi manusia merupakan
penyulut bagi hadirnya ambisi. Tidak sedikit manusia yang menghalalkan
segala cara untuk mewujudkan suatu obsesi, walaupun harus mengorbankan
sesamanya.
Diantara gencarnya peringatan dengan cara kekerasan
yang dilakukan cindaku, masih ada sebuah kebijakan yang dilakukannya,
yaitu dengan memberi peringatan secara halus. Sebagai seorang kakek, ia
menyatakan bahwa proyek tersebut merupakan bumerang bagi masyarakat
Kerinci, dan menggambarkannya seperti pintu bendungan. Perumpamaan
tersebut mengandung nilai-nilai estetis yang membangun pernyataan yang
dinyatakan oleh cindaku untuk meyakinkan Martias.
"Tidak anakku,
orang-orang Kerinci belumlah siap dengan semua itu. Pembukaan jalan ini
malah bisa menjadi bumerang, dan membawa bencana seperti pintu bendungan
yang akan menghantarkan air bah kepada mereka, dan ini bisa
menghanyutkan atau menenggelamkan mereka dalam arus dunia yang ganas
seperti sekarang ini."
Pada akhirnya, harimau-harimau yang
menghuni TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) melakukan penyerangan
terhadap orang-orang Martias. Harimau-harimau tersebut menyerang bukan
tanpa alasan, mereka menyerang karena habitat mereka terusik. Ada
tradisi yang mnyatakan bahwa harimau Sumatara hanya akan menyerang orang
yang berada di pihak yang salah. Harimau pada dasarnya bersifat
"pemalu" dan "sopan", sifat yang seringkali tertutup akibat reputasinya
yang mnyeramkan. Karena sifat alaminya tersebut, harimau lebih sering
menarik diri sebelum terjadi kontak dengan manusia. Legenda setempat
mengatakan bahwa jika seekor harimau bertemu dengan seseorang, maka ia
harus membayar dendanya dengan tidak makan sepanjang 40 hari dan malam.
Permasalahan
harimau memang sering menjadi kontroversi di derah Kerinci, Jambi. Para
anti konservasi yang menganggap harimau sebagai pengganggu manusia
sering melakukan perburuan terhadap harimau yang justru perlu
diselamatkan dari kepunahan. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa
perburuan itulah yang menjadi penyebab harimau mengganggu manusia.
Minggu, 12 Januari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar